Rabu, 29 Oktober 2014

Macam-Macam Kemunafikan.

Kemunafikan ada dua macam : Nifaq akbar dan nifaq ashghar 

Nifaq akbar
Seorang hamba yang melakukan nifaq akbar keluar dari Islam dan dosanya itu membuatnya kekal di dalam neraka di lapisan kerak yang paling bawah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik di dalam kerak terbawah dari neraka dan kamu tidak akan mendapatkan seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. an-Nisaa’: 145). 

Kemunafikan jenis ini tidak akan diampuni dosanya oleh Allah ‘Azza wa Jalla kecuali bila bertaubat. Wujud nifaq ini adalah menampakkan keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para Rasul dan hari akhir di hadapan kaum muslimin. Padahal, sesungguhnya di dalam hatinya dia tidak meyakininya. Dia mendustakannya. 

Dia tidak mengimani bahwa Allah telah mewahyukan firman-Nya kepada seorang manusia yang diangkat sebagai rasul bagi seluruh manusia dan membawa hidayah untuk mereka. Dia tidak meyakini adanya rasul yang memperingatkan manusia akan siksa-Nya dan menakut-nakuti mereka akan hukuman-Nya. 

Tanda-tanda nifaq akbar 
  1. Membenci Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta petunjuk dan cahaya (ilmu) yang beliau bawa
  2. Membenci kaum beriman (baca: umat Islam) karena keimanan mereka dan karena mereka berpegang teguh dengan akidahnya. Dia pun mencintai orang-orang kafir karena kekafiran mereka
  3. Tidak mengimani al-Qur’an, sebagian atau keseluruhannya
  4. Berhukum kepada thaghut dan meninggalkan hukum Allah dan Rasul-Nya
  5. Membenci terangkatnya agama Islam dan senang terpuruknya agama ini
  6. Tidak mengimani janji dan ancaman Allah di dalam hatinya
  7. Mengerjakan shalat bersama kaum muslimin dalam rangka riya’ (mencari pujian semata, pent) bukan karena iman dan bukan karena membenarkan kewajibannya
  8. Meyakini Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berdusta dalam sebagian berita yang beliau sampaikan

Nifaq ashghar
Nifaq ashghar tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Pelakunya menerima ancaman dan berhak mendapatkan siksa akan tetapi dia tidak akan kekal di dalam neraka. Pelakunya berada di bawah kehendak Allah. Kalau Allah menghendaki maka ia akan diadzab dan kalau Allah menghendaki maka dia akan diampuni. 

Orang semacam ini memiliki sifat-sifat munafiq amaliyah, walaupun sebenarnya hatinya masih membenarkan dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta meyakini kebenaran janji Allah dan ancaman-Nya. 

Di antara sifat tersebut adalah : 
  1. Melanggar perjanjian
  2. Berdusta dalam pembicaraan
  3. Mengkhianati amanat
  4. Berbuat curang ketika bermusuhan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat sifat barangsiapa yang memiliki (semua)nya maka dia adalah munafiq tulen dan barangsiapa yang memiliki salah satunya maka terdapat ciri munafiq padanya sampai dia meninggalkannya. Jika dipercaya dia berkhianat, jika berbicara dia berdusta, jika membuat perjanjian dia melanggar, dan jika bermusuhan dia suka berbuat curang.” (Muttafaq ‘alaih). 

Sumber: ‘Isyruna ‘Uqbatan fi Thariq al-Muslim Yajibu al-Hadzru min Haa
http://abumushlih.com/macam-macam-kemunafikan.html/
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/11/macam-macam-kemunafikan.html

Meraih Iman yang Sempurna

Permasalahan iman merupakan permasalahan terpenting seorang muslim, sebab iman menentukan nasib seorang didunia dan akhirat. Bahkan kebaikan dunia dan akhirat bersandar kepada iman yang benar. Dengan iman seorang akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat dan keselamatan dari segala keburukan dan adzab Allah. Dengan iman seorang akan mendapatkan pahala besar yang menjadi sebab masuk ke dalam syurga dan selamat dari neraka. Lebih dari itu semua, mendapatkan keridhaan Allah yang maha kuasa sehingga Dia tidak akan murka kepadanya dan dapat merasakan kelezatan melihat wajah Allah di akhirat nanti. Dengan demikian permasalahan ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita semua.

Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah menuturkan:
Hasil usaha jiwa dan kalbu yang terbaik dan penyebab seorang hamba mendapatkan ketinggian didunia dan akhirat adalah ilmu dan iman, oleh karena itu Allah subhanahu wa ta’ala menggabung keduanya dalam firman-Nya yang artinya:

“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit.” (Qs. Ar-Ruum: 30/56)

Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujaadilah: 58/11)

Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak mendapatkan martabat tinggi. Namun kebanyakan manusia keliru dalam (memahami) hakikat ilmu dan iman ini, sehingga setiap kelompok menganggap ilmu dan iman yang dimilikinyalah satu-satunya yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan, padahal tidak demikian. Kebanyakan mereka tidak memiliki iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat), bahkan mereka telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau kepada umat. Sedangkan yang berada diatas iman dan ilmu (yang benar) adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau serta orang-orang yang mengikuti mereka diatas manhaj dan petunjuk mereka….” (al-Fawaaid hal. 191)

Demikian bila kita melihat kepada pemahaman kaum muslimin saja tentang iman didapatkan demikian banyaknya kekeliruan dan penyimpangan. Sebagai contoh banyak dikalangan kaum muslimin ketika berbuat dosa yang menyatakan: “Yang penting kan hatinya.” Ini semua tentunya membutuhkan pelurusan dan pencerahan bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar tersebut.

Makna Iman
Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman dengan tashdiq (membenarkan); thuma’ninah (ketentraman); dan iqrar (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling tepat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Telah diketahui bahwa iman adalah iqrar (pengakuan), tidak semata-mata tashdiq (membenarkan). Dan iqrar (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdiq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyad (ketundukan hati)”.(1)

Dengan demikian, iman adalah iqrar (pengakuan) hati yang mencakup:

  1. Keyakinan hati, yaitu membenarkan terhadap berita.
  2. Perkataan hati, yaitu ketundukan terhadap perintah.
Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan kepada terhadap semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal (perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah wal jama’ah adalah ad-din (agama/amalan) dan al-iman adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan.”(2)

Dalil Bagian-Bagian Iman
Dari perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah wal jama’ah mencakup lima perkara, yaitu perkataan hati, perkataan lisan, perbuatan hati, perbuatan lisan dan perbuatan anggota badan.

Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya adalah sebagai berikut:

1.  Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang hanya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (Qs. Al-Hujurat/49:15)

2.  Perkataan lisan, yaitu mengucapkan syahadat La ilaaha illallah dan syahadat Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lisan dan mengakui kandungan syahadatain tersebut.

Di antara dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan sampai mereka menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah melakukan itu, maka mereka telah mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada tanggungan Allah.” (HR. al-Bukhâri, no: 25, dari `Abdullâh bin Umar radhiallahu ‘anhu)

Pada hadits lain disebutkan dengan lafazh:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ …
“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan ‘La ilaaha illallah’.” (HR. al-Bukhâri, no: 392, dari Anas bin Mâlik rahimahullah)

3.  Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal, mencintai Allah subhanahu wa ta’ala, mencintai apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, rajaa’ (berharap rahmat/ampunan Allah subhanahu wa ta’ala), takut kepada siksa Allah subhanahu wa ta’ala, ketundukan hati kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal.” (Qs. Al-Anfâl/8:2)

Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan hati termasuk iman. 

4.  Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan lidah. Seperti membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala, doa, istighfâr, dan lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (Qs. Al-Kahfi/18:27)

Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan lisan termasuk iman.

5.  Perbuatan anggota badan. Yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan anggota badan. Seperti: berdiri shalat, rukuu’, sujud, haji, puasa, jihad, membuang barang mengganggu dari jalan, dan lain-lain. Allah berfirman yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah, sujudlah, sembahlah Rabbmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (Qs. al-Hajj/22:77)

Rukun-Rukun Iman
Sesungguhnya iman memiliki bagian-bagian yang harus ada, yang disebut dengan rukun-rukun (tiang; tonggak) iman. Ahlus sunnah wal jamâ’ah meyakini bahwa rukun iman ada enam. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pada permulaan kitab beliau, Aqidah al-Wasithiyah, “Ini adalah aqidah Firqah an-Nâjiyah al-Manshurah (golongan yang selamat, yang ditolong) sampai hari kiamat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yaitu: beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk”.(3)

Dalil rukun iman yang enam ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada malaikat Jibrîl, ketika menjelaskan tentang iman:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.” (HR. al-Bukhâri, no.50; Muslim, no. 9)

Rukun iman ini wajib diyakini oleh setiap Mukmin, barangsiapa mengingkari salah satunya, maka dia kafir! Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs rahimahullah berkata:
“Enam perkara ini adalah rukun-rukun iman. Iman seseorang tidak sempurna kecuali jika dia beriman kepada semuanya dengan bentuk yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab dan Sunnah. Barangsiapa mengingkari sesuatu darinya, atau beriman kepadanya dengan bentuk yang tidak benar, maka dia telah kafir.”(4)

Iman Bertambah dan Berkurang
Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah yang menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang lainnya, ada diantara mereka yang disebut assaabiq bil khoiraat, al-Muqtashid dan zhalim linafsihi. Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat dan iman itu bisa bertambah dan berkurang.

Diantara dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya adalah:

1. Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung.” (Qs. ali-Imran: 3/173)

Para ulama ahlussunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan pengurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin ‘Uyainah rahimahullah apakah iman itu bertambah atau berkurang, beliau rahimahullah menjawab:

“Tidakkah kalian mendengar firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka.” (Qs. ali-Imran: 3/173)

Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Qs. al-Kahfi: 19/13) dalam beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya: “Bagaimana berkurang?” Beliau menjawab: “Tidak ada sesuatu yang bisa bertambah kecuali ia juga bisa berkurang.”(5)

2. Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (Qs. Maryam: 19/76)

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini dengan menyatakan: Terdapat dalil yang menunjukkan pertambahan iman dan pengurangannya, sebagaimana pendapat para as-Salaf ash-Shaalih. Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (Qs. al-Mudatstsir:74/31) dan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya).” (Qs. Al-Anfaal: 8/2)

Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan kalbu dan lisan, amalan kalbu, lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. (6)

3.  Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ 
“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata: Abu Abdillah (imam Ahmad) pernah ditanya tentang iman dan berkurangnya iman. Beliau menjawab: berkurangnya iman ada pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah mencuri dalam keadaan mukmin. (7)

4.  Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ
“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan: “Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada yang terendah. Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena itu imam at-Tirmidzi memuat bab dalam Sunannya: “Bab Peyempurnaan Iman, pertambahan dan pegurangannya.”

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah dalam mensyarah hadits ini menyatakan:
“Ini jelas sekali menunjukkan iman itu bertambah dan berkurang sesuai dengan pertambahan aturan syariat dan cabang-cabang iman serta amaln hamba tersebut atau tidak mengamalkannya. Sudah dimaklumi bersama bahwa manusia sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini. Siapa yang berpendapat iman itu tidak bertambah dan berkurang maka telah menyelisihi realita yang nyata disamping menyelisihi nash-nash syariat sebagaimana telah diketahui.” (8)

Sedangkan pendapat dan atsar as-Salaf ash-Shaalih sangat banyak sekali dalam menetapkan keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, diantaranya:

a. Dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:
Satu ketika Khalifah ar-Rasyid Umar bin al-Khathaab radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada para sahabatnya:
هَلُمُّوْا نَزْدَادُ إِيْمَانًا
“Marilah kita menambah iman kita.”(9)

Sahabat Abu ad-Darda` Uwaimir al-Anshaari radhiallahu ‘anhu berkata:
الإِيْمِانُ يَزْدَادُ وَ يَنْقُصُ
“Iman itu bertambah dan berkurang.”(10)

b. Dari kalangan Tabi’in, diantaranya:
Abu al-Hajjaaj Mujaahid bin Jabr al-Makki (wafat tahun 104 H) menyatakan:
الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ
“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.”(11)

Abu Syibl ‘Al-qamah bin Qais an-Nakhaa’i (wafat setelah tahun 60 H) berkata kepada para sahabatnya:
امْشُوْا بِنَا نَزْدَدُ إِيْمَانًا
“Berangkat kita menambah iman.”(12)

c. Kalangan tabi’ut Tabi’in, diantaranya:
Abdurrahman bin ‘Amru al-‘Auzaa’i (wafat tahun 157 H) menyatakan:
الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الإِيْمِانَ لاَ يَزِيْدُ وَ لاَ يَنْقُصُ فَاحْذَرُوْه فَإِنَّهُ مُبْتَدِعٌ
“Iman adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang. Siapa yang menyakini iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang maka berhati-hatilah terhadapnya karena ia adalah seorang ahli bid’ah.”(13)

Beliau juga ditanya tentang iman apakah akan bertambah? Beliau menjawab: Iya hingga menjadi seperti gunung. Beliau ditanya lagi: “Apakah akan berkurang?” Beliau radhiallahu ‘anhu menjawab: Ia hingga tidak sisa sedikitpun darinya.”(14)

d. Imam Fikih yang empat (Aimmah arba’ah), diantaranya:
Muhammad bin Idris asy-Syaafi’I rahimahullah menyatakan:
الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ
“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.”(15)

Ahmad bin Hambal rahimahullah menyatakan:
“Iman itu sebagiannya lebih unggul dari yang lainnya, bertambah dan berkurang. Pertambahannya dalam amal dan berkurangnya dengan tidak beramal, karena perkataan adalah yang mengakuinya.”(16)

Demikianlah pernyataan dan pendapat para ulama ahlus sunnah seluruhnya, sebagaimana dijelaskan syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam pernyataan beliau:
“Para as-Salaf telah berijma’ bahwa iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”

Sebab-Sebab Bertambah dan Berkurangnya Iman
Setelah mengetahui iman itu bertambah dan berkurang, maka mengenal sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah sepantasnya seorang muslim mengenal kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya. Juga untuk menjauhkan diri dari lawannya yang menjadi sebab berkurangnya iman sehingga dapat menjaga diri dan selamat di dunia dan akhirat.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa seorang hamba yang mendapatkan taufiq dari Allah subhanahu wa ta’ala selalu berusaha melakukan dua perkara:
  1. Merealisasikan iman dan cabang-cabangnya dan menerapkannya baik secara ilmu dan amal secara bersama.
  2. Berusaha menolak semua yang menentang dan menghapus iman atau menguranginya dari fitnah-fitnah yang Nampak dan yang tersembunyi, mengobati kekurangan dari awal dan mengobati yang seterusnya dengan taubat nasuha serta mengetahui satu perkara sebelum hilang.(17)
Mewujudkan iman dan mengokohkannya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab bertambahnya iman dan melaksanakannya. Sedangkan berusaha menolak semua yang menghapus dan menentangnya dilakukan dengan mengenal sebab-sebab berkurangnya iman dan berhati-hati dari terjerumus padanya.

Diantara sebab-sebab bertambahnya iman yang disampaikan para ulama adalah:

1. Belajar ilmu yang manfaat yang bersumber dari al-Qur`an dan as-Sunnah.
Hal ini menjadi sebab pertambahan iman yang terpenting dan bermanfaat, karena ilmu menjadi sarana beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mewujudkan tauhid dengan benar dan pas. Pertambahan iman yang didapatkan dari ilmu bias terjadi dari beraneka ragam sisi, di antaranya:
  • a. Sisi keluarnya ahli ilmu dalam mencari ilmu.
  • b. Duduknya mereka dalam halaqah ilmu.
  • c. Mudzakarah (diskusi) diantara mereka dalam masalah ilmu.
  • d. Penambahan pengetahuan terhadap Allah dan syariat-Nya.
  • e. Penerapan ilmu yang telah mereka pelajari.
  • f. Tambahan pahala dari orang yang belajar dari mereka.
2. Merenungi ayat-ayat Allah kauniyah. Merenungi dan meneliti keadaan dan keberadaan makhluk-makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang beraneka ragam dan menakjubkan merupakan faktor pendorong yang sangat kuat untuk beriman dan mengokohkan iman.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menyatakan:
“Diantara sebab dan faktor pendorong keimanan adalah tafakur kepada alam semesta berupa penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhuk penghuninya dan meneliti diri manusia itu sendiri beserta sifat-sifat yang dimiliki. Ini semua adalah faktor pendorong yang kuat untuk iman”.(18)

3. Berusaha sungguh-sungguh melaksanakan amalan shalih dengan ikhlas, memperbanyak dan mensinambungkannya. Hal ini karena semua amalan syariat yang dilaksanakan dengan ikhlas akan menambah iman, sebab iman bertambah dengan pertambahan amalan ketaatan dan banyaknya ibadah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah menuturkan:
“Bahwa diantara sebab pertambahan iman adalah melakukan ketaatan, sebab iman akan bertambah sesuai dengan bagusnya pelaksanaan, jenis amalan dan banyaknya. Semakin baik amalan semakin besar penambahan iman dan bagusnya pelaksanaan ada dengan sebab ikhlas dan mutaba’ah (nyontoh Nabi). Sedangkan jenis amalan, maka yang wajib lebih utama dari yang sunnah dan sebagian amal ketaatan lebih ditekankan dan utama dari yang lainnya. Semakin lebih utama ketaatan tersebut maka semakin besar juga penambahan imannya. Adapun banyak (kwantitas) amalan, maka akan menambah keimanan, sebab amalan termasuk bagian iman, sehingga pasti iman bertambah dengan bertambahnya amalan.”(19)

Sedangkan sebab-sebab berkurangnya iman ada yang berasal dari dalam diri manusia sendiri (intern) dan ada yang berupa faktor luar (ekstern).

Diantara faktor internal manusia sendiri yang memiliki pengaruh besar dalam melemahkan iman adalah:
  1. Kebodohan. Ini adalah sebab terbesar dari pengurangan iman, sebagaimana ilmu adalah sebab terbesar pertambahan iman.
  2. Kelalaian, sikap berpaling dari kebenaran dan lupa. Tiga perkara ini adalah salah satu sebab penting berkurangnya iman.
  3. Perbuatan maksiat dan dosa. Jelas kemaksiatan dan dosa sangat merugikan dan memiliki pengaruh jelek terhadap iman. Sebagaimana pelaksanaan perintah Allah subhanahu wa ta’ala menambah iman, demikian juga pelanggaran atas larangan Allah subhanahu wa ta’ala mengurangi iman. Namun tentunya dosa dan kemaksiatan bertingkat-tingkat derajat, kerusakan dan kerugian yang ditimbulkannya, sebagaimana disampaikan ibnu al-Qayyim rahimahullah dalam ungkapan beliau: “Sudah pasti kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan bertingkat-tingkat sebagaimana iman dan amal shalih pun berderajat-derajat”.(20)
  4. Nafsu yang mengajak kepada keburukan (an-nafsu ammarat bissu’). Inilah nafsu yang ada pada manusia dan tercela. Nafsu ini mengajak kepada keburukan dan kebinasaan, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala jelaskan dalam menceritakan istri al-Aziz: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Qs. Yusuf:13/53) Nafsu ini menyeret manusia kepada kemaksiatan dan kehancuran iman, sehingga wajib bagi kita berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala darinya dan berusaha bermuhasabah sebelum beramal dan setelahnya.

Sedangkan diantara faktor eksternal adalah:
  1. Syaitan musuh abadi manusia yang merupakan satu sebab penting eksternal yang mempengaruhi iman dan mengurangi kekokohannya.
  2. Dunia dan fitnahnya. Menyibukkan diri dengan dunia dan perhiasannya termasuk sebab yang dapat mengurangi iman, sebab sebesar semangat manusia memiliki dunia dan keridhaannya terhadap dunia maka semakin memberatkan dirinya berbuat ketaatan dan mencari kebahagian akhirat, sebagaiman dituturkan imam ibnu al-Qayyim.
  3. Teman bergaul yang jelek. Teman yang jelek dan jahat menjadi sesuatu yang sangat berbahaya terhadap keimanan, akhlak dan agamanya. Karena itu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam telah memperingatkan kita dari hal ini dalam sabda beliau:
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seorang itu berada diatas agama kekasihnya, maka hendaknya salah seorang kalian melihat siapa yang menjadi kekasihnya.” (21)

Demikianlah perkara yang harus diperhatikan dalam iman, mudah-mudahan hal ini dapat menggerakkan kita untuk lebih mengokohkan iman dan menyempurnakannya.

Wabillahittaufiq.
Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel: EkonomiSyariat.com

Footnes:
(1) Majmû’ Fatâwa 7/638
(2) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm. 231, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
(3) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 60-61, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
(4) Syarh Aqîdah Wâsithiyah, hlm: 61-62, karya Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs, takhrîj: ‘Alwi bin Abdul Qadir as-Saqqâf
(5) Diriwayatkan kisah ini oleh al-Aajuriy dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(6) Tafsir as-Sa’di 5/33
(7) Diriwayatkan oleh al-Kholaal dalam kitab as-Sunnah no. 1045
(8) At-Taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 14
(9) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al- Mushannaf 11/26 dengan sanad shahih
(10) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/314
(11) Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/335
(12) Diriwayatkan ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 11/25 dan dinilai hasan oleh al-Albani dalam komentar beliau terhadap kitab al-Iman karya ibnu Abi Syaibah
(13) Diriwayatkan al-Aajuuri dalam kitab asy-Syari’at hlm 117
(14) Diriwayatkan al-Laalakai dalam Ushul I’tiqaad 5/959
(15) Diriwayatkan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 10/115
(16) Diriwayatkan al-Khalaal dalam kitab as-Sunnah 2/678
(17) At-taudhih wa al-Bayaan Lisyajarat al-Imaan hlm 38
(18) Ibid hlm 31
(19) Fathu rabbi al-Bariyah hlm 65
(20) Ighaatsatu al-Lahafaan 2/142
(21) HR at-Tirmidzi 4/589 dan dinilai hasan oleh iman al-Albani

 http://faisalchoir.blogspot.com/2012/10/meraih-iman-yang-sempurna.html

Bagaimana Mengobati Kesurupan?

Allah ‘Azza wa jalla berfirman:


الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ 
 
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS. Al-Baqarah : 275). 


MACAM-MACAM KESURUPAN DAN CARA PENGOBATANNYA 

Kesurupan ada dua macam:

1- Kesurupan alami

Yaitu kesurupan yang disebabkan adanya benturan pada kepala, kedinginan, hujan dan lain sebagainya. Kesurupan seperti ini bisa diobati lewat bantuan dokter, dan bisa juga dengan banyak berdoa serta memohon kesembuhan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kesurupan semacam ini pernah menimpa seorang wanita hitam yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Ia berharap beliau berdoa kepada Allah untuk menghilangkan penyakitnya. Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memberikan dua pilihan padanya. Antara tetap bersabar atas penyakit ini dan baginya surga, atau dengan kesembuhan sempurna tetapi ia tidak dijamin masuk surga. Wanita itu memilih bersabar atas penyakit yang menimpanya karena dia dijamin masuk surga. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam berdoa jangan sampai auratnya tersingkap saat kesurupan itu mendatanginya. Demikianlah yang disebutkan Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma`ad. 

2- Kesurupan karena gangguan Jin 
  • Kesurupan karena gangguan jin ini banyak sekali sebabnya, diantaranya:
  • Kecintaan Jin laki-laki kepada wanita dari bani Adam. Atau sebaliknya; yaitu adanya cinta dari jin wanita kepada seorang lelaki dari bani Adam.
  • Akibat perbuatan zhalim seorang manusia (tanpa sepengetahuannya) kepada jin. Apakah karena melemparnya dengan air panas, menjatuhinya dengan barang dari tempat tinggi atau hal-hal lain, yang saat melakukannya dia (manusia) lupa untuk membaca bismillah.
  • Perbuatan zhalim seorang jin kepada manusia tanpa adanya sebab apapun. Hal ini sekedar perbuatan iseng jin kepada manusia. Kesurupan seperti ini tidak mungkin terjadi pada manusia, kecuali pada situasi-situasi di bawah ini:
- Ketika sangat marah.
- Sangat ketakutan.
- Saat tenggelam dalam nafsu syahwat.
- Ketika lalai dari dzikir kepada Allah.
 
3- Tanda-tanda orang kesurupan
  • Di saat sedang tidur: Keluar banyak keringat, sering terjaga (Susah tidur), sering mimpi buruk dan menakutkan, merasa kesakitan saat tidur, sering bermimpi seakan-akan jatuh dari tempat sangat tinggi, atau melihat dirinya berada di kuburan, tempat sampah, di jalan-jalan menakutkan dan lain sebagainya.
  • Di saat terjaga dan sadarkan diri: Pusing terus menerus tanpa sebab yang jelas, malas berdzikir kepada Allah, pikiran linglung, badan terasa lemah dan malas melakukan aktifitas apa pun, kejang-kejang, serta merasa sakit pada setiap anggota tubuh, yang para dokter tidak mampu mengobatinya.

4- Cara Mengobatinya Kesurupan Karena Gangguan Jin

Cara mengobati kesurupan ini dilakukan dari dua pihak. Pertama dari pasien yang sakit itu, dan kedua dari orang yang mengobatinya.

Bagi pasien yang kesurupan, ia harus menguatkan diri dan tidak mudah menyerah dengan penyakit yang menyerangnya, ia harus mempergiat ibadah kepada Allah dan banyak membaca ta`awwudz, juga doa-doa sahih yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam kepada umatnya, sehingga hati dan lisannya menjadi terbiasa dengan doa dan ta`awwudz-ta`awwudz tadi.

Sedangkan dari pihak yang mengobati, ia juga harus melakukan hal yang sama, seperti mempergiat ibadah dan semakin mendekatkan hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan diutamakan bagi orang yang mengobati ini, adalah seseorang yang mengerti betul tentang Jin dan syetan, mengerti betul dari arah mana saja syetan itu merasuki jiwa manusia.

Contohnya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu, beliau seorang alim yang sangat terkenal, sampai bangsa Jin pun mengenalnya. Ketika beliau menghadapi pasien yang kesurupan, Jin itu berkata kepada beliau: “saya akan keluar karena kemuliaan yang ada padamu.” Ibnu Taimiyah menjawab: “tidak! Tapi keluarlah karena taat kepada Allah dan rasul-Nya.” 

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: Seringkali Syaikh kami [Ibnu Taimiyah] saat meruqyah orang yang sedang kesurupan, beliau membaca ayat ini di telinga pasiennya:

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (المؤمنون: 115) 
“Apakah kalian mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kalian hanya untuk main-main (saja), dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun : 115).

Beliau juga sering membaca ayat Kursi saat mengobati sang pasien. Bahkan menyuruh setiap pasien dan yang mengobati, untuk senantiasa membaca ayat kursi dan al-mu’awidzatain [Surat an-Nas dan al-Falaq].

Jika ruh yang merasuk ke dalam tubuh seorang manusia sangat nakal, suka membangkang dan tidak mau keluar, maka cara mengeluarkannya adalah dengan memukulinya (Zaadul Ma`ad: 4/68). 

5- Tanda Untuk Mengetahui Hadirnya Jin 

Tanda yang bisa dijadikan patokan bahwa kita sedang berbicara dengan Jin, adalah jika sang pasien atau orang yang kesurupan ini: menutup kedua mata atau membelalakkannya, meletakkan kedua tangan pada mata, badan dan seluruh bagian tubuhnya gemetaran, menjerit dan berteriak keras, serta terus-terusan menyebut namanya. 

6- Setelah Penyembuhan

Masa setelah penyembuhan adalah masa yang sangat sulit, karena seorang manusia yang baru saja kerasukan Jin dan berhasil diobati, kemungkinan besar Jin itu akan kembali lagi. Karena itu, orang yang baru saja ditinggalkan Jin ini harus mengkhususkan diri dengan banyak beribadah kepada Allah, selalu menjaga shalat Lima waktu secara berjamaah, banyak membaca dzikir dan doa, banyak membaca atau mendengarkan Al-Qur`an, dan selalu membaca basmalah pada setiap urusan yang akan ia laksanakan. 


SURAT-SURAT PENGUSIR SYETAN
  • 1. Surat Al-Fatihah
Diantara surat-surat yang ampuh untuk mengusir Jin dan syetan adalah surat Al-Fatihah. Seperti dalam hadits di bawah ini:

عَنْ خَارِجَةَ بْنِ الصَّلْتِ عَنْ عَمِّهِ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمْتُ ثُمَّ رَجَعْتُ، فَمَرَرْتُ عَلَى قَوْمٍ عِنْدَهُمْ رَجُلٌ مَجْنـُوْنٌ مُوَثَّقٌ بِالْحَدِيْدِ، فَقاَلَ أَهْلُهُ: إِناَّ قَدْ حُدِّثْنَا أَنَّ صَاحِبَكَ هَذَا قَدْ جَاءَ بِخَيْرٍ فَهَلْ عِنْدَكَ شَيْءٌ تُدَاوِيْهِ، فَرَقَيْـتُهُ بِفَاتِحَةِ اْلكِتَابِ فَبَرَأَ، فَأَعْطَوْنِيْ مِنْهُ شَاةً، فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبـَرْتُـهُ، فَقَالَ: ((هَلْ إِلاَّ هَذَا؟)). وَفِيْ رِوَايَةٍ: ((هَلْ قُلْتَ إِلاَّ هَذَا؟)) قُلْتُ: لاَ، قَالَ: ((خُذْهَا، فَلَعَمْرِيْ لَمَنْ أَكَلَ بِرُقْيَةِ بَاطِلٍ لَقَدْ أَكَلْتَ بِرُقْيَةِ حَقٍّ)). [رواه أبو داود: 3420 والنسائي: 1032 وقال الألباني: حديث صحيح]

Dari Kharijah bin Ash-Shalt dari pamannya ia berkata: saya dulu datang menemui rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk masuk ke dalam Islam. Setelah itu saya kembali ke kampung halamanku. Di tengah perjalanan, saya bertemu sekelompok kaum, yang diantara mereka terdapat orang gila sedang dibelenggu dengan besi. Kerabat orang gila itu berkata kepada saya: “Kami telah diberitahu bahwa temanmu ini (yaitu Rasulullah) telah banyak membawa kebaikan, sekarang berhubung anda baru saja bertemu dengannya, apakah anda memiliki sesuatu darinya untuk mengobati saudara kami yang gila ini?” maka saya pun meruqyahnya dengan fatihatul kitab (Surat al-Fatihah), dan sembuhlah ia dari penyakit gilanya, kemudian mereka menghadiahiku seekor kambing. Saya langsung menemui Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam dan menceritakan kisah yang baru saja terjadi. Beliau bertanya: “apakah kamu tidak membaca apa-apa selain Al-Fatihah?” saya menjawab:”tidak”, beliau berkata lagi: “Kalau begitu terimalah kambing itu. Sungguh! Saya telah mendapati orang yang memakan upah dari ruqyah yang batil, tapi kamu memakan upah ini dari ruqyah yang benar.” (HR. Abu Dawud no: 3420 dan An-Nasai no: 1032, Syaikh al-albani berkata: hadits ini adalah sahih).
  • 2. Surat Al-Baqarah
Surat Al-Baqarah juga Surat yang sangat ampuh untuk mengusir segala roh jahat. Seperti pada hadits berikut ini:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ اْلبَيْتِ الَّذِيْ تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ اْلبَقَرَةِ)). [رواه مسلم: 6/68، والترمذي: 5/157].

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah membuat rumah kalian seperti kuburan[1], karena syetan selalu terbirit-birit dari rumah yang surat Al-Baqarah dibaca padanya.” (HR. Muslim: 6/68 dan At-Tirmidzi: 5/153).
  • 3. Surat Al-Ikhlash dan Al-Mu’awidzatain 
Juga termasuk Surat yang ampuh untuk melindungi seorang hamba dari berbagai gangguan jin dan syetan adalah surat Al-Ikhlash, Al-Falaq dan An-Naas. Seperti disebutkan dalam hadits dibawah ini:

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- قَالَ: بَيْنَمَا أَنَا أَقُوْدُ بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاحِلَتَهُ فِيْ غَزْوَةٍ، إِذْ قَالَ: ((يَا عُقْبَةَ، قُلْ)) فَاسْتـَمَعْتُ ثُمَّ قَالَ: ((يَا عُقْبَةُ، قُلْ)) فَاسْتَمَعْتُ، فَقَالَهَا الثَّالِثَةَ، فَقُلْتُ: مَا أَقُوْلُ؟ فَقَالَ: {قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ} فَقَرَأَ السُّوْرَةَ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ: {قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ اْلفَلَقِ} وَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَرَأَ: {قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ} فَقَرَأْتُ مَعَهُ حَتَّى خَتَمَهَا، ثُمَّ قَالَ: ((مَا تَعُوْذُ بِمِثْلِهِنَّ أَحَدٌ)) [رواه النسائي: 8/250، وقال الألباني: حديث صحيح].

Dari Uqbah bin Amir Radhiyallahu `anhu ia berkata: ketika saya membawa kekang kendaraan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam di suatu medan perang, beliau berkata kepada saya: “Wahai Uqbah, bacalah” saya hanya mendengarkan saja tanpa berucap apapun.” Kemudian beliau berkata lagi: “Wahai Uqbah, bacalah!” saya tetap mendengarkan saja tanpa berkata apapun. Lalu beliau berkata lagi untuk ketiga kalinya. Disini saya bertanya: “Wahai rasulullah! Apa yang harus saya baca?” beliau menjawab: “katakanlah: Qul huwalloohu ahad”, beliau membaca surat ini sampai habis, kemudian membaca: Qul A`uudzu birobbil falaq, saya pun membacanya bersama beliau sampai selesai, kemudian melanjutkannya dengan membaca: Qul A`udzu biroobin naas, saya juga membacanya bersama beliau sampai selesai. Lalu beliau bersabda: “Wahai Uqbah! Tidak ada seorangpun yang bakal dilindungi Allah dengan sepenuhnya kecuali dengan ketiga surat tadi” (HR. An-Nasai: 8/250. Syaikh Al-Albani berkata: hadits ini adalah sahih).

[1] Membuat rumah seperti kuburan, adalah dengan membuatnya sunyi dari shalat dan bacaan Al-Qur`an. Beliau melarang membuat rumah kita seperti kuburan, karena di kuburan kita dilarang padanya untuk mengerjakan shalat dan membaca Al-Qur`an, dan setiap rumah yang sunyi dari shalat juga dari bacaan Al-Qur`an, maka kita telah menjadikannya sebagai kuburan.
  • 4. Al-Qur`an secara keseluruhan adalah penawar dan obat segala penyakit
Setiap Surat dalam Al-Qur`an yang menyebutkan janji Allah, apakah itu janji-Nya yang berupa keni`matan atau siksa. Juga yang membahas tentang neraka, Jin dan syetan. Semua surat yang seperti ini, sangat ampuh untuk mengusir syetan dan jin –dengan izin Allah- terutama saat jin dan syetan tadi merasuki tubuh manusia. Contoh surat-surat itu adalah: Surat Al-Mu`minun, surat Yasin, surat Ash-Shaaffat, surat Ad-Dukhan, surat Al-Qari`ah, surat Al-Kafirun dan surat-surat lainnya. 


AYAT-AYAT PENGUSIR JIN DAN SYETAN

  • 1. Dengan Mengucapkan اعوذ بالله من الشيطان الرجيم

Allah Berfirman:
)وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ( 
“Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Fushshilat ayat 36)
  • 2. Membaca Ayat Kursi
Ayat Kursi sangat ampuh untuk mengusir roh jahat yang suka mengganggu. Hal ini berdasarkan kisah seorang lelaki yang mencuri harta zakat pada bulan ramadhan. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang saat itu sedang menjaga harta langsung menangkap sang lelaki. Lelaki itu berkata: “lepaskan saya, jika anda melepaskanku niscaya kuajarkan beberapa kata yang sangat berguna bagi anda”. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bertanya: “kata-kata apakah itu?” sang lelaki menjawab: “setiap hendak tidur, bacalah ayat kursi sampai selesai, jika anda melakukannya niscaya anda senantiasa didampingi seorang malaikat yang menjaga, dan tak ada seekor syetan pun yang bisa mendekati anda hingga pagi hari”. Lalu Abu Hurairah melepaskannya.

Keesokan harinya ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan menceritakan peristiwa yang baru saja ia alami. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Ketahuilah wahai Abu Hurairah! Orang ini telah berkata jujur padamu, padahal ia adalah ahli dusta, tahukah kamu siapakah lelaki yang berbicara denganmu selama tiga malam ini?” Abu Hurairah menjawab: “Tidak wahai Rasulullah!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab: “lelaki itu adalah syetan.” (HR. Al-Bukhari: 4/487)
  • 3. Dua ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah
Diantara ayat-ayat yang ampuh untuk mengusir Jin dan syetan adalah dua ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah. Yaitu:

ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ، لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ 

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta`at”. (Mereka berdo`a): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. “(Qs. Al-Baqarah ayat 285 dan 286).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
((مَنْ قَرَأَ بِاْلآيـَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُوْرَةِ اْلبَقَرَةِ فِيْ لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ))
“Siapa saja membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah niscaya Allah Melindunginya dari segala gangguan” (HR. Al-Bukhari: 6/323).
  • 4. Setiap ayat dalam Al-Qur`an adalah penawar dan obat yang sangat ampuh bagi segala penyakit
Setiap ayat yang menyebutkan janji Allah, baik yang berupa keni`matan atau siksaan, juga ayat yang membahas tentang neraka, dan ayat yang membahas tentang Jin dan syetan, semua ayat seperti ini adalah pengusir sangat ampuh bagi jin-jin dan syetan-syetan -dengan izin Allah- setiap kita membacanya. Dan keampuhannya semakin hebat terutama saat Jin tadi merasuki tubuh seorang manusia, ayat-ayat itu seperti:

- Empat ayat pertama dari Surat Al-Baqarah, yaitu ayat 1 – 4 yang berbunyi:

الم(1)ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ(2)الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ(3)وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ(4)

- Dua ayat pada pertengahan Surat Al-Baqarah, yaitu ayat 163 sampai dengan 164.
 
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ(163)إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ(164)

- Ayat kursi dan dua ayat setelahnya, yaitu ayat 255 sampai dengan 257 dalam Surat Al-Baqarah.
 
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ(255)لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(256)اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(257)

- Tiga ayat terakhir dari Surat Al-Baqarah, yaitu ayat 284 sampai dengan 286.
 
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ(284)ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ(285)لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ(286)

- Empat ayat pertama dari Surat Ali `Imran, yaitu ayat 1 sampai dengan 4.
 
الم(1)اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ(2)نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ(3)مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ(4)

- Ayat ke-18 dari Surat Ali `Imran.
 
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(18)

- Tiga ayat dalam Surat Al-A`raf, yaitu ayat 54 sampai dengan 56.
 
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ(54)ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ(55)وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ(56)

- Empat ayat terakhir dari Surat Al-Mu`minun, ayat 115, 116, 117, dan 118.
 
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ(115)فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ(116)وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا ءَاخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ(117)وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ(118)

- Ayat ke-3 dari Surat Al-Jinn.
 
وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا(3)

- Sepuluh ayat pertama dari Surat ash-Shaaffat, ayat 1 sampai dengan 10.
 
وَالصَّافَّاتِ صَفًّا(1)فَالزَّاجِرَاتِ زَجْرًا(2)فَالتَّالِيَاتِ ذِكْرًا(3)إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ(4)رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَرَبُّ الْمَشَارِقِ(5)إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ(6)وَحِفْظًا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ مَارِدٍ(7)لَا يَسَّمَّعُونَ إِلَى الْمَلَإِ الْأَعْلَى وَيُقْذَفُونَ مِنْ كُلِّ جَانِبٍ(8)دُحُورًا وَلَهُمْ عَذَابٌ وَاصِبٌ(9) إِلَّا مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ(10)

- Empat ayat terakhir dari Surat Al-Hasyr, ayat 21 – 24.
 
لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ(21)هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ(22)هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ(23)هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(24)

- Empat ayat dalam Surat Ar-Rahman, yaitu ayat 31, 32, 33, dan 34.
 
سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَا الثَّقَلَانِ(31)فَبِأَيِّ ءَالَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ(32)يَامَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ(33)فَبِأَيِّ ءَالَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ(34)

- Dua ayat terakhir dari Surat Al-Qalam, yaitu ayat 51dan 52.


وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ(51)وَمَا هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ(52)

Wahai saudaraku! Siapapun yang pernah mencoba ruqyah dengan Surat dan ayat-ayat di atas, pasti mengakui betapa ampuh dan hebatnya Al-Qur`an dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bahkan penyakit-penyakit seperti kanker, kemandulan, dan lain sebagainya yang para dokter sudah menyerah kalah sekalipun Al-Qur`an tetap bisa mengatasinya.

Al-Qur`an adalah senjata yang sangat ampuh, sedangkan penyakit-penyakit yang ada, sangat ganas dan hebat pula. Jadi dalam mengatasinya kita harus menggunakan senjata yang juga ampuh untuk menandinginya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“فَمَنْ لَمْ يَشْفِهِ اْلقُرْآنُ فَلاَ شَفَاهُ اللَّهُ، وَمَنْ لَمْ يَكْفِهِ فَلاَ كَفَاهُ اللهُ“

“Barangsiapa tidak bisa disembuhkan dengan Al-Qur`an, maka selamanya Allah tak akan Menyembuhkannya. Demikian pula siapapun yang tidak bisa dilindungi dengan Al-Qur`an, selamanya Allah tidak akan Melindunginya.”

Beliau juga berkata:

“لَقَدْ مَرَّ بِيْ وَقْتٌ فِيْ مَكَّةَ سَقَمْتُ فِيْهِ، وَلاَ أَجِدُ طَبِيْباً وَلاَ دَوَاءً، فَكُنْتُ أُعَالِجُ نَفْسِيْ بِاْلفَاتِحَةِ، فَأَرَى لَهُ تَـأْثِيْرًا عَجِيْباً، آخُذُ شُرْبَةً مِنْ ماَءِ زَمْزَمَ وَأَقْرَأُهَا عَلَيْهاَ مِرَارًا ثُمَّ أَشْرَبُهُ، فَوَجَدْتُ اْلبُرْءَ التَّامَّ. ثُمَّ صِرْتُ أَعْتَمِدُ ذَلِكَ عِنْدَ كَثِيْرٍ مِنَ اْلأَوْجاَعِ فَأَنْتَفِعُ بِهِ غَايَةَ اْلاِنْتِفَاعِ، فَكُنْتُ أَصِفُ ذَلِكَ لِمَنْ يَشْتَكِيْ أَلَمًا فَكاَنَ كَثِيْرٌ مِنْهُمْ يَبْرَأُ سَرِيْعاً“.

“Pernah pada suatu ketika, saat berada di kota Makkah, saya terjangkit penyakit yang sangat menakutkan. Saya tidak mendapati seorang dokter atau obat sekalipun, lalu saya berusaha mengobati penyakit ini dengan Surat Al-Fatihah. Sungguh! Khasiyatnya luar biasa, waktu itu saya mengambil seteguk air zamzam, saya membaca Surat Al-Fatihah berulang-ulang padanya. Setelah itu saya minum dan langsung sembuh total. Sejak saat itu setiap terjangkit penyakit apapun, saya langsung menggunakan teori yang sama, dan semua penyakit bisa teratasi dengan sempurna. Sehingga setiap orang yang datang kepada saya mengadukan penyakit apapun, saya memberikan padanya resep tadi, dan semuanya bisa sembuh dengan cepat dari penyakit yang dideritanya”.


[Disarikan dari عِلاَجُ اْلأمْرَاضِ بِاْلقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ `Ilaaju Al-Amroodhi Bi Al-Qur`aani Wa As-Sunnah, karya Abu Anas Abdul Majid Bin Abdul Aziz Az-Zahim, dimuroja’ah oleh Abdul Muhsin Bin Nashir Al-Ubaikan, Maktabah Daar Al-Arqam, Al-Qashim, Cet. 1414 H/1994]

Sumber: http://abusalma.net/
 http://faisalchoir.blogspot.com/2012/07/bagaimana-cara-mengobati-kesurupan.html

Hantu Antara Dongeng Dan Agama

Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
 
Masyarakat Indonesia mengenal berbagai jenis hantu (makhluk sprritual) sehingga banyak istilah yang muncul untuknya. Misalnya : kuntilanak, sundel bolong, tuyul, pocong, genderuwo, siluman dan masih banyak lagi lainnya.

Pembahasan tentang hantu merupakan pembahasan yang penting karena berhubungan erat dengan aqidah. Namun, pembahasan ini cukup jarang yang mengupasnya terlebih pembahasan yang berlandaskan dalil. Oleh karenanya, kami merasa perlu untuk membahasnya sebab banyaknya keracunan seputar masalah ini, bahkan ada anggapan sebagian kalangan bahwa Islam tidak membahas tentangnya, bahkan ada yang melampaui batas sehingga menganggap bahwa hantu adalah salah satu Tuhan(!). Maha Suci Allah Ta’ala dari ucapan mereka.[1] 

Nah, tulisan ini akan lebih difokuskan pada hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membicarakan tentang “hantu” karena dalam sebagian hadits ada penjelasan tentang adanya hantu tetapi dalam hadits lain ada penjelasan bahwa hantu itu tidak ada. Lantas, bagaimana cara mengkompromikannya?!!

TEKS HADITS

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada penyakit menular, thiyarah (merasa sial), dan ghul (hantu).’”

SHAHIH. Diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya no. 2222, Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tahdzibul Atsar no. 25, Ali bin Ja’ad dalam Musnad-nya no. 2693, al-Baghawai dalam Syarhus Sunnah no. 3251, Ahmad dalam Musnad-nya 3/293, Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah no. 281, ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar 1/340 seluruhnya dari jalur Abu Zubair dari Jabir.

Dan riwayat Abu Zubair dari Jabir adalah lemah, sebab Abu Zubair adalah seorang mudallis (menyembunyikan cacat) dan dia meriwayatkan dengan lafazh ‘an (dari). Namun, hadits ini shahih karena dalam jalur lain telah ditegaskan bahwa Abu Zubair mendengar langsung dari Jabir, sebagaimana dalam jalur Ibnu Juraij dalam riwayat Ibnu Jarir dalam Tahdzibul Atsar no. 26, ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar 1/340, Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah no. 268, Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 6095.

Hadits ini sangat jelas menunjukkan penafian (peniadaan) adanya ghul. Apa yang dimaksud dengan ghul? Berikut ini ungkapan beberapa ucapan ulama dan ahli bahasa tentangnya :
  • Ibnu Duraid berkata, “Ghul menurut orang Arab adalah tukang sihir dari kalangan setan dan jin. Inilah pendapat al-Ashma’i.”[2]
  • Ibnul Manzhur berkata, “Ghul adalah penyihir dari jin.”[3]
  • Ibnul Katsir rahimahullah berkata, “Ghul dalam bahasa Arab artinya jin yang tampak di malam hari.”[4]
  • Al-Jahidz berkata, Ghul adalah ungkapan untuk jin yang mengganggu orang yang berpergian dan menjelma dalam beberapa bentuk, baik berjenis pria atau wanita.”[5]

Dari sini dapat kita ketahui bahwa hantu (ghul) bukanlah arwah gentayangan atau orang mati yang bisa hidup kembali arwahnya untuk balas dendam, karena semua itu adalah khurafat yang batil, sejenis dengan reinkarnasi yang merupakan aqidah orang-orang kafir yang dibatalkan oleh Islam.

SEKILAS BERTENTANGAN 

Hadits diatas menunjukkan bahwa hantu itu tidak ada, namun dalam hadits lainnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan adanya hantu, diantaranya adalah hadits Abu Ayyub sebagai berikut :

Dari Abu Ayyub bercerita bahwa dirinya memiliki sebuah rak/lemari kecil, lalu hantu datang seraya mengambil (baca: mencuri) isinya. Akhirnya beliau mengeluhkan hal itu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Apabila kamu melihatnya maka katakanlah, : ‘Dengan nama Allah, penuhilah Rasulullah.’” Ketika hantu itu datang lagi, maka Abu Ayyub mengatakan seperti yang dipesankan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menangkapnya, tetapi hantu itu mengatakan, “Saya berjanji tidak akan datang lagi kemari.” Mendengarnya, Abu Ayyub melepaskannya. Ketika dia bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi bertanya kepadanya, “Apa yang diperbuat oleh tawananmu?” Abu Ayyub menjawab, “Saya menangkapnya tetapi dia berjanji padaku untuk tidak kembali lagi sehingga saya lepaskan lagi.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia akan kembali lagi.” (Kata Abu Ayyub:) Saya telah menangkapnya dua atau tiga kali tetapi dia selalu berjanji padaku untuk tidak kembali lagi. Suatu saat ketika saya menangkapnya, dia mengatakan kepadaku, “Lepaskanlah aku dan saya akan mengajarkan kepadamu sebuah ungkapan yang jika engkau membacanya niscaya engkau tidak diganggu oleh setan yaitu bacaan Ayat Kursi.” Abu Ayyub lalu datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengabarkan omongan hantu tersebut, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia benar dalam hal ini, padahal dia adalah pembohong.”

SHAHIH. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 2880, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 10/397-398, ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. 4011, Abu Nu’aim dalam Dalail Nubuwwah hlm. 526, al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/459, ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar 5/423.

Hadits ini memiliki banyak jalur dan penguat dari hadits Ka’ab bin Malik, Abu Hurairah, Muadz bin Jabal, Buraidah, Abu Usaid as-Sa’idi, dan sebagainya. Oleh karenya, Imam Hakim berkata, “Hadits-hadits ini apabila dikumpulkan maka menjadi hadits yang masyhur.” Dan Imam Dzahabi berkata mengomentari hadits diatas, “Ini adalah jalur hadits ini yang paling bagus.” Dan dishahihkan Syaikh Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2880.

Hadits ini dan hadits-hadits lainnya menunjukkan tentang adanya hantu.[6] Hal ini diperkuat oleh ucapan sebagian ulama bahwa banyak para sahabat yang melihat hantu, diantaranya adalah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu[7] Imam Qurthubi rahimahullah juga berkata, “Mayoritas orang Arab banyak bercerita dan mengaku bahwa mereka pernah melihat hantu.”[8] 

Dan dalam hadits ini terdapat faedah lainnya yaitu mungkinkah seorang untuk melihat jin dan hantu tetapi bukan dengan bentuk asli mereka dan bahwasanya hantu bisa berubah-rubah wujudnya[9] karena mereka adalah tukang sihir dari kalangan jin sebagaimana kata Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Tidak ada seorang pun yang bisa berubah dari wujud asli ciptaan Allah, tetapi pada mereka (jin) terdapat tukang sihir seperti pada kalian (manusia). Karena itu, jika kalian melihat hantu maka kumandangkan adzan.”[10] 

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Banyak sekali hadits yang menunjukkan bahwa mereka bisa berubah wujud. Ahli kalam berselisih tentang hal itu. Ada yang berpendapat bahwa itu hanya fiktif / khayalan belaka dan tidak ada yang bisa berubah wujud. Dan ada yang berpendapat bahwa mereka bisa berubah wujud tetapi bukan dengan kemampuan mereka namun dengan melakukan ritual-ritual seperti sihir.”[11]

MENGURAI BENANG KUSUT 

Bila kita cermati dua hadits diatas, sekilas nampak ada kontradiksi, sebab di satu sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meniadakan adanya ghul (hantu), tetapi di sisi lain beliau juga menetapkan wujudnya. Oleh karena itu, para ulama berusaha untuk menjelaskan duduk permasalahan tersebut dan pendapat mereka terpolar menjadi tiga pendapat :

Pendapat pertama : Hantu itu tidak ada wujudnya
Mereka mengatakan : Hantu hanyalah untuk menakuti-nakuti saja tetapi sebenarnya wujud mereka tidak pernah ada. Di antara yang berpendapat demikian adalah al-Mabrid, Abdurrahman al-Maidani, dan Syaikh Muhammad Rasyid Ridha beliau mengatakan, “Pendapat yang kuat dan masuk akal bahwa hantu itu hanyalah fiktif dan khayalan belaka yang tidak ada faktanya. Bisa jadi orang yang melihatnya karena melihat hewan yang aneh seperti kera.”[12] 

Namun, pendapat ini lemah sebab bertentangan dengan hadits Abu Ayyub dan atsar umar bin Khaththab    diatas.

Pendapat kedua : Hantu pernah ada kemudian sudah tidak ada lagi
Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Thahawi, beliau mengatakan setelah membawakan hadits Abu Ayyub , “Dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan adanya hantu, namun dalam hadits-hadits sebelumnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meniadakannya. Mungkin seorang akan mengatakan bahwa ini adalah kontradiksi antara hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita jawab : Tidak ada kontradiksi antara keduanya karena bisa jadi hantu memang ditetapkan dalam hadits Abu Ayyub , namun setelah itu diangkat oleh Allah sebagaimana dalam hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu. Inilah metode yang paling baik untuk mengkompromikan antara hadits-hadits ini.” [13] Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Malik.[14] 

Namun, pendapat ini juga lemah karena tidak ada dalil yang jelas akan adanya nasikh mansukh (ada yang menghapus dan dihapus).

Pendapat ketiga : Pendapat yang kuat
Mayoritas ulama mengatakan bahwa maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Tidak ada ghul” bukan berarati tidak ada wujud hantu, tetapi maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meniadakan kepercayaan dan khurafat yang beredar di masa jahiliah (hingga sekarang) bahwa hantu makan manusia, menyesatkan manusia di jalan, bebas menjelma seenaknya, dan sebagainya.

Pendapat ini adalah pendapat yang lebih kuat ditinjau dari beberapa alasan sebagai berikut :
  1. Tidak terbukti secara syar’i, akal, dan fakta bahwa hantu memakan manusia, penampakan di lembah-lembah seperti khurafat-khurafat yang beredar.
  2. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengiringkan peniadaan hantu dengan peniadaan penyakit menular, bulan Shafar, dan thiyarah (merasa sial) padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menetapkan adanya penyakit menular, sehingga para ulama menjelaskan bahwa maksud ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa tidak ada penyakit menular yakni keyakinan jahiliah bahwa penyakit itu menular dengan sendirinya, bukan berarti tidak ada penyakit menular sama sekali.[15]
Ibnu Jarir ath-Thabari mengatakan, “Dalam sabda Nabi ‘Tidak ada ghul/hantu’ terdapat penjelasan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan kepercayaan jahiliah tentang hantu bahwa mereka bisa menolak bahaya dan memberikan manfaat tanpa campur tangan Allah. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengiringkannya dengan kepercayaan bangsa Arab lainnya bahwa hal-hal tersebut bisa membahayakan dan bermanfaat dengan sendirinya seperti penyakit menular, bulan Shafar, dan thiyarah.”[16]
  1. Imam Nawawi berkata, “Mayoritas ulama mengatakan, ‘Bangsa Arab berkeyakinan bahwa hantu dari jenis setan di lembah-lembah bisa menjelma dengan berbagai bentuk lalu menyesatkan jalan mereka lalu membinasakan mereka.’ Oleh karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan hal itu. Ulama lainnya mengatakan, ‘Maksud hadits ini bukanlah peniadaan wujudnya hantu, melainkan maksudnya adalah membatalkan keyakinan orang Arab bahwa hantu bisa menjelma dalam berbagai bentuk lalu menyesatkan manusia.’”[17]
  2. Dalam beberapa hadits dari Abu Ayyub, Ubai bin Ka’ab, dan sebagainya ditunjukkan bahwa maksud peniadaan dari hantu adalah bukan peniadaan wujud mereka, melainkan keyakinan orang Arab tentang hantu. As-Suhaili berkata, “Makna ‘Tidak ada ghul/hantu’ adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan keyakinan jahiliah seputar dongeng-dongeng dan khurafat tentang hantu.”[18] Al-Baghawi juga berkata, “Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Tidak ada ghul/hantu’ bukanlah berarti tidak ada wujud hantu, melainkan maksudnya adalah tidak ada kepercayaan Arab yang mengatakan bahwa hantu bisa menjelma kepada manusia dengan berbagai bentuk lalu menyesatkan mereka dan membinasakan mereka. Syari’at mengabarkan bahwa hantu tidak mungkin bisa melakukan semua itu berupa penyesatan dan kebinasaan kecuali dengan izin Allah.”[19]

BENTENG DIRI DARI GANGGUAN HANTU 

Syari’at Islam telah sempurna, tidak ada suatu kebajikan apa pun kecuali telah dijelaskan dan tidak ada suatu keburukan pun kecuali telah diperingatkan. Di antara hal yang dijelaskan oleh Islam adalah kiat-kiat agar terhindar dari gangguan hantu. Bagaimana caranya? Ikutilah petunjuk berikut :
  • 1.      Membaca nama Allah
Dalam hadits Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu diatas dikisahkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Katakanlah bismillahi (dengan nama Allah), penuhilah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”

  • 2.      Membaca Ayat Kursi
Dalam hadits  Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu diatas juga disebutkan bahwa hantu yang ditangkapnya mengatakan pada Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, “Lepaskanlah aku dan saya akan mengajarkan kepadamu sebuah ucapan yang jika engkau membacanya niscaya engkau tidak diganggu oleh setan yaitu bacaan Ayat Kursi.”. Abu Ayyub  lalu datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengabarkan omongan hantu tersebut, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia benar dalam hal ini, padahal dia adalah pembohong.”

  • 3.      Berdzikir dan melakukan ketaatan
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya Surat al-Baqarah.” (HR. Muslim : 1860).

At-Turkumani pernah bercerita bahwa salah seorang gurunya sering diganggu oleh hantu ketika malam hari sehingga  melempari batu dan membuat penghuni rumah takut, lalu beliau dan rekannya pergi ke rumah sang guru dan membaca Surat al-Baqarah secara sempurna kemudian berdoa. Setelah itu, rumah tersebut tidak lagi diganggu oleh hantu. Semua itu adalah karena keberkahan al-Qur’an.[20]

  • 4.      Menghilangkan  rasa takut terhadap hantu
Inilah wasiat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu tatkala mengatakan, “Buatlah hantu takut kepada kalian sebelum mereka membuat kalian takut.”.[21]

  • 5.      Tidak bergadang larut malam
Hal ini berdasarkan hadits :

“Janganlah kalian bergadang ketika malam sudah sunyi/hening, karena kalian tidak tahu apa yang Allah datangkan dari makhluk-Nya.”[22]

  • 6.      Mengumandangkan adzan
Ada beberapa hadits yang lemah tentang masalah ini, tetapi ada hadits shahih yang dijadikan dasar oleh ulama dalam masalah ini yaitu :

“Sesungguhnya apabila muadzin mengumandangkan adzan maka setan akan lari dengan terkentut-kentut.”[23]

Abu Awanah mengatakan setelah meriwayatkan hadits ini, “Dalam hadits terdapat dalil bahwa seorang apabila merasa ada hantu atau mendapati orang yang kesurupan lalu dia adzan maka setan akan lari darinya.” Dan ini juga didukung oleh atsar Umar bin Khaththab yang lalu, karena atsar tersebut adalah shahih dan sekalipun hanya sampai kepada Umar (mauquf) namun hukumnya marfu’ (sampai kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Demikianlah pembahasan singkat tentang hantu. Kita berdoa kepada Allah agar menjaga kita semua dari godaan setan yang terkutuk dan memberikan kepada kita semua kebahagiaan dan ketenteraman di dunia dan akhirat. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Sumber: Majalah Al Furqon edisi: 9 no. 123 thn. 11 Robi’ul Akhir 1433H/Feb-Mar 2012M


[1]   Para ulama telah menulis secara khusus tentang masalah “hantu” seperti Muhammad bin Ahmad bin Thulun ash-Shalihi (wafat 953 H) dalam bukunya Bughyatus Sul fi Ma Warada fil Ghul sebagaimana dalam al-Fuluk al-Maskhun fi Ahwali Muhammad bin Thulun hlm. 30 dan at-Tadzkirah at-Taimuriyyah hlm. 292. dan pada zaman sekarang, Syaikhuna Masyhur bin Hasan alu Salman telah menulis buku berjudul al-Ghul Bainal Hadits Nabawi wal Mauruts Sya’bi cet. Dar Ibnul Qayyim, KSA, cet. Pertama, 1409 H. Dan dalam pembahasan ini, kami banyak mengambil manfaat dari buku beliau tersebut beserta nukilan-nukilan lainnya. Perhatikanlah!!
[2]   Jamharatul Lughah 3/150
[3]   Lisanul Arab 11/510
[4]   Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim 1/313
[5]   Al-hayawan 6/442
[6]   Sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari 4/489, al-Baihaqi dalam Dalail Nubuwwah 7/121, Ibnu Katsir dalam tafsir-nya 1/314 dan al-Mubarokfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi 8/185.
[7]   Seperti diceritakan oleh al-Qazwini dalam ’Ajaibul Makhluqat 2/176-177, ad-Damiri dalam Hayatul Hayawan al-Kubra 2/196, al-Mas’udi dalam Muruj Dzahab 2/169.
[8]   Lihat Tafsir al-Qurthubi 15/87.
[9]   Oleh karena itu, dari berbagai riwayat hadits Abu Ayyub bahwa hantu itu berwujud seekor kucing lalu berubah menjadi nenek tua. Dalam hadits Ubai bin Ka’ab hantu itu berwujud bocah kecil bertangan dan berambut anjing. Dalam hadits Mu’adz hantu itu berwujud gajah.
[10]  Shahih. Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 5/162, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 10/397, Ibnu Hazm dalam al-Fishal 5/5. al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fat-hul Bari (6/344), “Sanadnya shahih.”
[11]  Fat-hul Bari 6/344
[12]  Tafsir al-Manar 7/526. lihat pula al-Hayawan 6/472 oleh ad-Damiri, Dhawabith al-Ma’rifahi wa Ushul Istidlal wal Munazharah hlm. 31 oleh Abdurrahman al-Maidani, dan Bulughul ‘Arab 2/348 oleh al-Alusi.
[13]  Musykilul Atsar 1/342 dan dinukil oleh al-Ubai dalam Ikmalu Ikmalil Mu’lim Syarh Shahih Muslim 6/40.
[14]  Mabariqul Azhar 1/238.
[15]  Lihat secara luas tentang masalah penyakit menular dalam tulisan kami “Penyakit menular antara ilmu hadits dan ilmu medis” di www.abiubaidah.com
[16]  Tahdzibul Atsar 1/36-37. lihat pula Ikmalu Ikmalil Mu’lim 6/40-41 oleh al-Ubai, Faidhul Qadir 6/434 oleh al-Munawi.
[17]  Syarh Shhih Muslim 14/216.
[18]  Ar-Raudh al-Anif 7/295, 296. Lihat pula Khizanatul Adab 11/314 oleh al-Baghdadi, al-Fathur Rabbani 17/194 oleh as-Sa’ati.
[19]  Syarhus Sunnah 12/173.
[20]  Lihat al-luma’ fil hawadits wal Bida hlm. 436-437.
[21]  Hasan. Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf : 9250, Abu Ubaid dalam Gharibul Hadits 3/325 dan dihasankan oleh Syaikhuna Masyhur bin Hasan Salman dalam kitabnya al-Ghul hlm. 116. dan lihat makna atsar ini dalam an-Nihayah fi Gharibil Hadits 2/6 oleh Ibnul Atsir, Gharibul Hadits 1/210-211 oleh al-Khaththabi, al-Fa’iq 4/103 oleh az-Zamakhsyari.
[22]  Hasan. Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 4/284 seraya mengatakan, “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim, tetapi keduanya tidak meriwayatkannya.” Dan disetujui oleh adz-Dzahabi, tetapi Syaikh al-Albani hanya menyatakan hasan dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 4/346.
[23]  HR. Muslim 883, Ad-Daraquthni dalam al-Mu’talif wal Mukhtalif 2/962 dan Abu Awanah dalam Musnad-nya 1/334-335.


Sumber: http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/   
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/07/hantu-antara-dongeng-dan-agama.html